Pages

Monday, December 10, 2012

Sobat Bumi

Kamu dan Aku Sobat Bumi, kan?

Salam hangat untuk kamu dari kota Surabaya,
semoga kita semua selalu dalam lindungan dan naungan Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Aamiin.

Sebelum saya mulai bercerita di sini, ijinkan saya bertanya terlebih dahulu kepada kamu. Tentu saja kamu bebas menjawabnya di dalam hati. Toh kalau kamu jawab secara lisan, saya tak dapat mendengarnya. Boleh juga menjawab melalui kolom “Comment” di bawah, itupun bukanlah suatu kewajiban. Take it easy.

“Kamu seorang Sobat Bumi atau bukan?”, begitulah pertanyaan saya kepadamu.

Seorang sobat bumi, menurut saya, adalah siapapun orang yang dalam perbuatannya selalu memperhatikan dan memikirkan dampak perbuatannya terhadap bumi seisinya. Menjadi sobat bumi adalah seperti halnya menjadi sobat dengan teman sekolah, teman masa kecil, teman komplek, atau teman kerja. Dengan sobat kita akan saling memberi dukungan positif, saling menghormati, saling menyayangi, saling menjaga perasaan agar tidak tersinggung, saling menjaga keselamatan diri, dan saling memberi bantuan di saat kesulitan. Dan semuanya dilakukan dengan tulus.  Begitu pula dengan seorang sobat bumi, ia juga bersedia memberi dukungan, menghormati, menyayangi, menjaga keselamatan, dan memberi bantuan kepada bumi. Apapun yang kita berikan kepada bumi sebenarnya bukanlah tindakan satu arah, melainkan tindakan timbal balik antara kita dengan bumi. Apa yang kita berikan kepada bumi, itulah kira-kira yang akan kita dapatkan dari bumi.

Gue seorang Sobat Bumi atau bukan?”, tanya saya dalam kepala. Sebuah introspeksi diri yang terinspirasi dari penyelenggaraan lomba bertema energi dan lingkungan yang diadakan oleh PT Pertamina.

Kembali menyimak sejarah saya saat akhir tahun 2009. 1 Desember adalah hari bersejarah saya karena ini merupakan hari pertama saya bekerja. Kantornya keren. Berada di bilangan Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat. Sehari-harinya saya memakai kemeja lengan panjang, kadang polos berwarna dan kadang bergaris. Celana bahan berwarna hitam. Sabuk kulit berwarna hitam. Sepatu pantovel juga berwarna hitam dan mengkilap. Memakai pakaian kantoran seperti ini adalah salah satu cita-cita saya sejak kecil. Waktu kecil saya sering melihat Papa dengan pakaian kantornya yang super duper keren. Terutama sepatu pantovelnya. Kalau berjalan bunyinya brok-brok-brok. Saya suka dengan bunyinya yang khas. Bedanya dengan saya, Papa selalu memakai dasi, cincin, arloji, membawa sapu tangan di saku, dan kadang-kadang memakai jas. Gedung kantor saya dan gedung kantor Papa pun kebetulan bersebelahan. Saya di Menara Thamrin sedangkan Papa di BPP Teknologi. Namun, saat itu Papa sudah pensiun dari tempat kerjanya. Kalau saja waktu itu Ia masih bekerja, mungkin kami bisa berangkat kantor berbarengan. Hehehehe...

Kedatangan saya ke Jakarta saat itu bukanlah yang pertama kalinya. Saya lahir dan dibesarkan hingga SMU di Jakarta. Lalu saya pindah ke kota Surabaya untuk menekuni studi di jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. “Kepulangan” saya ke Jakarta saya siapkan dengan  menerapkan gaya hidup  yang baru. Saya tahu problematika di pusat kota salah satunya adalah masalah transportasi. Sejak lahir saya sudah mengalami kemacetan kota Jakarta. Itu sudah 20 tahun lebih yang lalu. Kemacetan terjadi saat jam berangkat sekolah atau kantor, serta jam pulang sekolah (jam 12 siang) dan jam pulang kantor (jam 6 sore). Setelah saya bekerja, ternyata saya baru tahu bahwa kemacetan di Jakarta (pusat) tidak mengenal jam. Saat meeting ke luar pun, saya sering terjebak macet. Jadi, macet terjadi sejak pagi HINGGA malam. Bayangkan bagaimana polusi yang disumbang oleh kendaraan di Jakarta terhadap lingkungan. Bayangkan berapa banyak BBM yang dikonsumsi kendaraan-kendaraan tersebut, tetapi sebagian “terpaksa” dihabiskan saat terjebak macet. Betapa sia-sia.

Kalau saja saya bawa kendaraan pribadi ke Jakarta, tentunya menambah kepadatan jalan raya, juga kepadatan lahan parkir. Kalau saja saya mengendarai kendaraan pribadi, tentu saya menyumbang polusi udara. Kalau saja saya mengendarai kendaraan pribadi, saya pasti diomeli warga Betawi. “Bikin macet aja nih, yang baru dateng”, begitu kira-kira celotehan yang sering saya dengar. Kalau saja saya mengendarai kendaraan pribadi, tentu saya harus membeli bensin, dan itu berarti saya ikut mempercepat habisnya cadangan minyak bumi. Kalau saja saya membeli bensin premium,  berarti saya juga ikut mengambil subsidi pemerintah. Kalau saja..., kalau saja..., dan kalau saja.... Tidak habis-habisnya saya berandai-andai. Saya jadi kepikiran. 

Saya tidak ingin menjadi bagian dari masalah tersebut. Saya tidak ingin kedatangan saya malah memperparah keadaan lalu lintas, yang tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga dapat merugikan saya sendiri. Justru saya berpikir bahwa saya harus menjadi bagian dari solusi permasalahan tersebut.
Terus terang, saya lumayan aware dengan kampanye Go Green. Banyak sekali pihak yang menyuarakan Go Green. Sejak jaman sekolah saya mendengar isu-isu lingkungan dan isu-isu mengenai bahan bakar fosil. Di bangku kuliah pun, ada mata kuliah Sustainable Manufacturing. Kampanye Go Green di jalan Thamrin saat Car Free Day juga ramai diselenggarakan. Saya ingat ada restoran yang mendukung Go Green dengan cara memproduksi kemasan styrofoam-nya dengan teknologi mutakhir sehingga styrofoam tersebut degradable. Artinya, styrofoam dapat diurai oleh bakteri dalam beberapa tahun saja. Terurai secara alami dengan waktu yang jauh lebih singkat daripada styrofoam biasa. Syukurlah PT Pertamina juga sangat sadar terhadap isu-isu tersebut. Dibuktikan salah satunya dengan diselenggarakannya Blogger Contest Sobat Bumi.

Berikut ini beberapa hal yang nyata saya lakukan sebagai Sobat Bumi dalam menghemat energi dan menjaga lingkungan.

Mendayagunakan semaksimal mungkin moda transportasi umum.  Ya, ini adalah yang saya jalani selama bekerja di Jakarta, setiap hari. Dengan kebulatan tekad dan persistensi, hal ini bisa saya lakukan. Memang, banyak sekali pahit getir yang dialami. Hampir di semua jenis kendaraan umum saya rasakan problem yang sama. Yaitu, sama-sama bikin gerah, berkeringat, sulit mengukur waktu, aroma polusi udara, berdesak-desakan. Naik taksi pun butuh kesabaran menunggu dan resiko kemacetan. Saya melakukan ini karena saya berpikiran bahwa menggunakan moda transportasi umum adalah salah satu solusi untuk menghemat energi sekaligus kemacetan di Jakarta. Makanya, saya rela bertahun-tahun melakukan ini. Harapan saya, semakin banyak orang yang meskipun punya kendaraan pribadi, juga mau secara nyata beralih menggunakan transportasi umum daripada menggunakan kendaraan pribadinya. Dan di saat yang bersamaan pemerintah kota dan swasta mau berkolaborasi yang apik untuk menyediakan transportasi umum massal yang senyaman naik kendaraan pribadi.
Kota-kota lain di seluruh Indonesia bisa menjadikan problem kota Jakarta tersebut sebagai pelajaran untuk membangun dan mengelola kotanya dengan lebih baik. Menggunakan kendaraan pribadi hingga titik tertentu memang dapat memberikan nilai ekonomis dan meningkatkan produktivitas. Namun, terlalu padatnya kendaraan pribadi di jalan raya akhirnya dapat mengakibatkan kondisi kontraproduktif dan tidak ekonomis.

 Tempat tinggal dekat dengan kantor dan pusat kegiatan lainnya. Tempat-tempat yang saya sukai dan sering kunjungi adalah kantor, pasar swalayan, perpustakaan, tempat olah raga, dan mall. Untungnya, tempat tinggal saya juga dekat dengan halte bis kota dan halte Trans Jakarta. Untuk sampai ke tempat-tempat tersebut bisa dilakukan dalam waktu kurang dari 10 menit. Tinggal di dekat tempat-tempat tersebut terbukti dapat menghemat energi tubuh, energi atau konsumsi BBM, juga seringkali bisa menghemat waktu. Hanya saja, kompensasinya adalah di jumlah pengeluaran alias biaya hidup.

Membawa tas sendiri saat berbelanja ke supermarket. Meskipun beberapa supermarket melabeli kantong kreseknya dengan logo recycleable, saya tetap memilih untuk tidak memakainya. Malahan, saya membawa tas saya sendiri. Tas selempang terbuat dari kain. Kalau mau berbelanja, saya pasti pulang dahulu ke kostan. Kemudian saya pergi berbelanja ke supermarket di Sarinah dengan menyelempangkan tas kain saya tersebut dalam keadaan kosong. Kadang-kadang tas kain itu saya lipat dan saya simpan di kantong celana kargo saya. Di kasir, saya minta pegawainya untuk memasukkan belanjaan ke dalam tas saya, tanpa perlu tas menggunakan kresek mereka. Dengan begini saya dapat mengurangi sampah plastik.

Menyimpan tas kresek belanjaan yang besar dan masih bisa dipakai. Saya menyimpannya di laci meja kantor, di tas olahraga, dan di lemari kamar. Semenjak kuliah saya sudah punya kebiasaan melipat rapi tas kresek. Saya ingat betul cara melipat ini diajari oleh teman kost saya sewaktu kuliah tahun pertama, Andre Pierre. Ada kalanya belanjaan tidak bisa dimasukkan ke dalam tas, sehingga mau tidak mau  menggunakan tas kresek. Walaupaun demikian, tas kresek bisa dipakai berulang kali (reuse) untuk jangka waktu yang lama. Biasanya saya bisa gunakan lagi untuk membawa pakaian basah setelah berolahraga, untuk membuang sampah, untuk membawa sepatu/sandal, membawa payung lipat yang basah, dan lain sebagainya. Berikut ini saya tampilkan gambar mengenai tips untuk melipat tas kresek dengan rapi. 



Langkah (1) bentangkan plastik kresek dan keluarkan udara yang ada di dalamnya. Kemudian (2) lipat kresek menjadi separuhnya sehingga bentuknya memanjang. (3) lipat terus sampai ukuran lebar yang diinginkan. Saya lebih suka melipatnya menjadi selebar pegangan tangan. Kemudian (4) lipat kresek menjadi separuh lebih pendek, tujuannya agar mempersingkat saat dilipat segitiga. Pegang ujung kresek kiri atas lalu lipat secara diagonal ke kanan bawah sehingga bentuk ujung kiri bawah menjadi runcing. Pada tahap (5), pegang ujung runcing kiri bawah, lalu lipat ke samping kanan. Dengan demikian kresek mempunya pinggiran kiri yang rata. Selanjutnya (6) pegang ujung kiri bawah, lalu lipat secara diagonal ke kanan atas. Ulangi tahap 2-6 hingga kresek cukup pendek seperti pada gambar (7).  Pada tahap (7), kita selipkan ujung kanan kresek ke sela-sela lipatan di bagian atas, sehingga kresek menjadi rapi seperti tampak pada gambar (8). Kresek yang semula berukuran 3 lembar kertas A4, bisa dirapikan menjadi hanya sebesar telapak tangan. Dan bentuk segitiga ini tidak akan berubah karena kita sudah “menguncinya” di tahapan (7).



Memakai kaus katun dan celana katun yang tidak tebal. Dari beberapa buku yang pernah saya baca, pakaian yang terbuat dari bahan tebal berpengaruh terhadap lamanya pencucian di mesin cuci. Semakin tebal, maka semakin lama. Selain itu, saya proses setrika juga memakan waktu yang lebih lama terhadap pakaian berbahan tebal. Lamanya proses ini mengakibatkan konsumsi energi yang lebih banyak. Sejak itu, saya jadi berpikir berulang kali kalau mau beli celana jeans.



Membawa minuman sendiri daripada membeli minuman dalam kemasan. Sebelum bepergian, saya selalu merencanakan apakah perlu membawa minuman sendiri atau tidak. kalau saya merasa saat perjalanan saya akan kehausan, saya akan membawa minuman saya sendiri dengan tumbler. Misalnya saat jogging di Car Free Day, saat ke perpustakaan, atau saat main tenis saya selalu membawa minuman sendiri. Selain lebih hemat, saya mengurangi sampah plastik botol.

Membuang sampah pada tempatnya, bukan di dalam bis, di dalam kereta, di jalan raya, di trotoar, ke lapangan, ataupun ke sungai. Disiplin ini sudah saya miliki sejak Sekolah Dasar. Pernah mengabaikannya saat di bangku SMP. Tetapi kemudian saya taubat. Jaman sekarang tong sampah beragam bentuknya. Ada yang dibagi dua menjadi sampah basah dan sampah kering. Ada juga yang dibagi 3 menjadi sampah basah, sampah kering, dan sampah plastik. Kalau tidak menemukan tempat sampah, biasanya sampah saya kantongi di saku celana.

Cetak dokumen bolak-balik bahkan dengan menggunakan kertas bekas sekalipun. Seringkali dokumen kerja saya hanya beredar di internal departemen. Pencetakan dokumen yang sifatnya masih berupa draft cukup dicetak di kertas bekas, kalaupun tidak demikian, pencetakan dilakukan bolak-balik. Hal ini mendapat lampu hijau dari atasan-atasan saya. Lebih hemat dan lebih menyayangi kertas. Saya dan rekan sejawat saya, Khairul Annam, paling sering mengumpulkan kertas bekas dan meletakkannya di tempat khusus. Kadang-kadang Mbak Vina, Unni, Eki, atau Dieni, juga suka pakai kertas bekas itu.

Mendorong perusahaan tempat bekerja untuk melakukan kegiatan sosial & lingkungan. Perusahaan tempat saya bekerja ini sangat menyenangkan karena banyak menyelenggarakan kegiatan / program sosial dan lingkungan. Pernah saya bersama mamang Erik Sukmawan merancang kegiatan yang erat kaitannya dengan isu lingkungan. Rencana kegiatan ini bertujuan mengisi liburan anak-anak pegawai perusahaan. Anak-anak akan ditanamkan rasa memiliki dan mencintai lingkungan dengan kegiatan yang fun sekaligus edukatif. Rencananya akan berkolaborasi dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Pusat, yaitu Menanam Hutan Bakau. Mengambil lokasi kegiatan di pantai utara jakarta sekitar Ancol. Ada juga alternatif kegiatan, yaitu menanam terumbu karang. Anak-anak pegawai akan dibawa untuk berlibur ke Kepulauan Seribu dimana terdapat pembuatan bibit terumbu karang. Ada juga rencana serupa, yaitu berkolaborasi dengan komunitas Transformasi Hijau (Trashi) dan Green Radio. Diantara kegiatannya adalah adopsi pohon. Kami pun sempat survei lokasi penanaman pohon di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dengan segala pertimbangan maka dilaksanakanlah kegiatan peduli lingkungan di Taman Safari Indonesia, Pucak Bogor. Kegiatan ini tidak hanya melihat hewan-hewan buas dan pertunjukan sirkus, anak-anak dipandu untuk mengitari Taman Safari. Masuk hutan, keluar hutan. Juga belajar tentang tanaman-tanaman obat dan pembuatan kompos.  

Itulah hal-hal yang secara sadar saya pilih dan saya lakukan dalam keseharian saya karena saya ingin menjadi bagian dari solusi, bukan menjadi bagian dari masalah. Semua saya lakukan sesuai kapasitas dan kemampuan saya sebagai individu, sebagai pegawai kantoran, sebagai pemuda Indonesia, juga sebagai sobat bumi. Mudah-mudahan untuk ke depannya saya dapat mengaplikasikan hal-hal yang lebih besar dan lebih memberi dampak positif untuk bangsa, negeri, dan dunia.

Semoga semakin banyak sobat bumi di Indonesia dan di seluruh dunia. Terima kasih untuk Pertamina karena telah menginspirasi. Selamat ulang tahun ke-55 PT Pertamina. Peduli Bumi, Cintai Bangsa.
 
"Aku sobat bumi. Kamu juga, kan?"

No comments:

Post a Comment