Kamu dan Aku Sobat Bumi, kan?
Salam hangat untuk kamu dari kota Surabaya,
semoga kita semua selalu dalam lindungan dan naungan Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Aamiin.
Sebelum saya mulai bercerita di sini, ijinkan saya bertanya terlebih dahulu kepada kamu. Tentu saja kamu bebas menjawabnya di dalam hati. Toh kalau kamu jawab secara lisan, saya tak dapat mendengarnya. Boleh juga menjawab melalui kolom “Comment” di bawah, itupun bukanlah suatu kewajiban. Take it easy.
“Kamu seorang Sobat Bumi atau bukan?”, begitulah pertanyaan saya kepadamu.
Seorang sobat bumi, menurut saya, adalah siapapun orang yang dalam perbuatannya selalu memperhatikan dan memikirkan dampak perbuatannya terhadap bumi seisinya. Menjadi sobat bumi adalah seperti halnya menjadi sobat dengan teman sekolah, teman masa kecil, teman komplek, atau teman kerja. Dengan sobat kita akan saling memberi dukungan positif, saling menghormati, saling menyayangi, saling menjaga perasaan agar tidak tersinggung, saling menjaga keselamatan diri, dan saling memberi bantuan di saat kesulitan. Dan semuanya dilakukan dengan tulus. Begitu pula dengan seorang sobat bumi, ia juga bersedia memberi dukungan, menghormati, menyayangi, menjaga keselamatan, dan memberi bantuan kepada bumi. Apapun yang kita berikan kepada bumi sebenarnya bukanlah tindakan satu arah, melainkan tindakan timbal balik antara kita dengan bumi. Apa yang kita berikan kepada bumi, itulah kira-kira yang akan kita dapatkan dari bumi.
“Gue seorang Sobat Bumi atau bukan?”, tanya saya dalam kepala. Sebuah introspeksi diri yang terinspirasi dari penyelenggaraan lomba bertema energi dan lingkungan yang diadakan oleh PT Pertamina.
Kembali menyimak sejarah saya saat akhir tahun 2009. 1 Desember adalah hari bersejarah saya karena ini merupakan hari pertama saya bekerja. Kantornya keren. Berada di bilangan Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat. Sehari-harinya saya memakai kemeja lengan panjang, kadang polos berwarna dan kadang bergaris. Celana bahan berwarna hitam. Sabuk kulit berwarna hitam. Sepatu pantovel juga berwarna hitam dan mengkilap. Memakai pakaian kantoran seperti ini adalah salah satu cita-cita saya sejak kecil. Waktu kecil saya sering melihat Papa dengan pakaian kantornya yang super duper keren. Terutama sepatu pantovelnya. Kalau berjalan bunyinya brok-brok-brok. Saya suka dengan bunyinya yang khas. Bedanya dengan saya, Papa selalu memakai dasi, cincin, arloji, membawa sapu tangan di saku, dan kadang-kadang memakai jas. Gedung kantor saya dan gedung kantor Papa pun kebetulan bersebelahan. Saya di Menara Thamrin sedangkan Papa di BPP Teknologi. Namun, saat itu Papa sudah pensiun dari tempat kerjanya. Kalau saja waktu itu Ia masih bekerja, mungkin kami bisa berangkat kantor berbarengan. Hehehehe...
Kedatangan saya ke Jakarta saat itu bukanlah yang pertama kalinya. Saya lahir dan dibesarkan hingga SMU di Jakarta. Lalu saya pindah ke kota Surabaya untuk menekuni studi di jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. “Kepulangan” saya ke Jakarta saya siapkan dengan menerapkan gaya hidup yang baru. Saya tahu problematika di pusat kota salah satunya adalah masalah transportasi. Sejak lahir saya sudah mengalami kemacetan kota Jakarta. Itu sudah 20 tahun lebih yang lalu. Kemacetan terjadi saat jam berangkat sekolah atau kantor, serta jam pulang sekolah (jam 12 siang) dan jam pulang kantor (jam 6 sore). Setelah saya bekerja, ternyata saya baru tahu bahwa kemacetan di Jakarta (pusat) tidak mengenal jam. Saat meeting ke luar pun, saya sering terjebak macet. Jadi, macet terjadi sejak pagi HINGGA malam. Bayangkan bagaimana polusi yang disumbang oleh kendaraan di Jakarta terhadap lingkungan. Bayangkan berapa banyak BBM yang dikonsumsi kendaraan-kendaraan tersebut, tetapi sebagian “terpaksa” dihabiskan saat terjebak macet. Betapa sia-sia.
Kalau saja saya bawa kendaraan pribadi ke Jakarta, tentunya menambah kepadatan jalan raya, juga kepadatan lahan parkir. Kalau saja saya mengendarai kendaraan pribadi, tentu saya menyumbang polusi udara. Kalau saja saya mengendarai kendaraan pribadi, saya pasti diomeli warga Betawi. “Bikin macet aja nih, yang baru dateng”, begitu kira-kira celotehan yang sering saya dengar. Kalau saja saya mengendarai kendaraan pribadi, tentu saya harus membeli bensin, dan itu berarti saya ikut mempercepat habisnya cadangan minyak bumi. Kalau saja saya membeli bensin premium, berarti saya juga ikut mengambil subsidi pemerintah. Kalau saja..., kalau saja..., dan kalau saja.... Tidak habis-habisnya saya berandai-andai. Saya jadi kepikiran.
Saya tidak ingin menjadi bagian dari masalah tersebut. Saya tidak ingin kedatangan saya malah memperparah keadaan lalu lintas, yang tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga dapat merugikan saya sendiri. Justru saya berpikir bahwa saya harus menjadi bagian dari solusi permasalahan tersebut.
Terus terang, saya lumayan aware dengan kampanye Go Green. Banyak sekali pihak yang menyuarakan Go Green. Sejak jaman sekolah saya mendengar isu-isu lingkungan dan isu-isu mengenai bahan bakar fosil. Di bangku kuliah pun, ada mata kuliah Sustainable Manufacturing. Kampanye Go Green di jalan Thamrin saat Car Free Day juga ramai diselenggarakan. Saya ingat ada restoran yang mendukung Go Green dengan cara memproduksi kemasan styrofoam-nya dengan teknologi mutakhir sehingga styrofoam tersebut degradable. Artinya, styrofoam dapat diurai oleh bakteri dalam beberapa tahun saja. Terurai secara alami dengan waktu yang jauh lebih singkat daripada styrofoam biasa. Syukurlah PT Pertamina juga sangat sadar terhadap isu-isu tersebut. Dibuktikan salah satunya dengan diselenggarakannya Blogger Contest Sobat Bumi.
Berikut ini beberapa hal yang nyata saya lakukan sebagai Sobat Bumi dalam menghemat energi dan menjaga lingkungan.
Mendayagunakan semaksimal mungkin moda transportasi umum. Ya, ini adalah yang saya jalani selama bekerja di Jakarta, setiap hari. Dengan kebulatan tekad dan persistensi, hal ini bisa saya lakukan. Memang, banyak sekali pahit getir yang dialami. Hampir di semua jenis kendaraan umum saya rasakan problem yang sama. Yaitu, sama-sama bikin gerah, berkeringat, sulit mengukur waktu, aroma polusi udara, berdesak-desakan. Naik taksi pun butuh kesabaran menunggu dan resiko kemacetan. Saya melakukan ini karena saya berpikiran bahwa menggunakan moda transportasi umum adalah salah satu solusi untuk menghemat energi sekaligus kemacetan di Jakarta. Makanya, saya rela bertahun-tahun melakukan ini. Harapan saya, semakin banyak orang yang meskipun punya kendaraan pribadi, juga mau secara nyata beralih menggunakan transportasi umum daripada menggunakan kendaraan pribadinya. Dan di saat yang bersamaan pemerintah kota dan swasta mau berkolaborasi yang apik untuk menyediakan transportasi umum massal yang senyaman naik kendaraan pribadi.
Kota-kota lain di seluruh Indonesia bisa menjadikan problem kota Jakarta tersebut sebagai pelajaran untuk membangun dan mengelola kotanya dengan lebih baik. Menggunakan kendaraan pribadi hingga titik tertentu memang dapat memberikan nilai ekonomis dan meningkatkan produktivitas. Namun, terlalu padatnya kendaraan pribadi di jalan raya akhirnya dapat mengakibatkan kondisi kontraproduktif dan tidak ekonomis.
Tempat tinggal dekat dengan kantor dan pusat kegiatan
lainnya. Tempat-tempat yang
saya sukai dan sering kunjungi adalah kantor,
pasar swalayan, perpustakaan, tempat olah raga, dan mall. Untungnya, tempat tinggal saya juga dekat dengan halte bis
kota dan halte Trans Jakarta. Untuk sampai ke tempat-tempat tersebut bisa
dilakukan dalam waktu kurang dari 10 menit. Tinggal di dekat tempat-tempat
tersebut terbukti dapat menghemat energi tubuh, energi atau konsumsi BBM, juga seringkali
bisa menghemat waktu. Hanya saja, kompensasinya adalah di jumlah pengeluaran
alias biaya hidup.
Membawa tas sendiri saat berbelanja ke supermarket. Meskipun beberapa supermarket melabeli kantong
kreseknya dengan logo recycleable,
saya tetap memilih untuk tidak memakainya. Malahan, saya membawa tas saya
sendiri. Tas selempang terbuat dari kain. Kalau mau berbelanja, saya pasti pulang
dahulu ke kostan. Kemudian saya pergi berbelanja ke supermarket di Sarinah dengan menyelempangkan
tas kain saya tersebut dalam keadaan kosong. Kadang-kadang tas kain itu saya
lipat dan saya simpan di kantong celana kargo saya. Di kasir, saya minta
pegawainya untuk memasukkan belanjaan ke dalam tas saya, tanpa perlu tas menggunakan
kresek mereka. Dengan begini saya dapat mengurangi sampah plastik.
Menyimpan tas kresek belanjaan yang besar dan masih bisa
dipakai. Saya menyimpannya
di laci meja kantor, di tas olahraga, dan di lemari kamar. Semenjak kuliah saya
sudah punya kebiasaan melipat rapi tas kresek. Saya ingat betul cara melipat
ini diajari oleh teman kost saya sewaktu kuliah tahun pertama, Andre Pierre. Ada kalanya
belanjaan tidak bisa dimasukkan ke dalam tas, sehingga mau tidak mau menggunakan tas kresek. Walaupaun demikian, tas
kresek bisa dipakai berulang kali (reuse)
untuk jangka waktu yang lama. Biasanya saya bisa gunakan lagi untuk membawa
pakaian basah setelah berolahraga, untuk membuang sampah, untuk membawa
sepatu/sandal, membawa payung lipat yang basah, dan lain sebagainya. Berikut ini
saya tampilkan gambar mengenai tips untuk melipat tas kresek dengan rapi.
Langkah
(1) bentangkan plastik kresek dan keluarkan udara yang ada di dalamnya. Kemudian
(2) lipat kresek menjadi separuhnya sehingga bentuknya memanjang. (3) lipat
terus sampai ukuran lebar yang diinginkan. Saya lebih suka melipatnya menjadi selebar
pegangan tangan. Kemudian (4) lipat kresek menjadi separuh lebih pendek,
tujuannya agar mempersingkat saat dilipat segitiga. Pegang ujung kresek kiri
atas lalu lipat secara diagonal ke kanan bawah sehingga bentuk ujung kiri bawah
menjadi runcing. Pada tahap (5), pegang ujung runcing kiri bawah, lalu lipat ke
samping kanan. Dengan demikian kresek mempunya pinggiran kiri yang rata. Selanjutnya
(6) pegang ujung kiri bawah, lalu lipat secara diagonal ke kanan atas. Ulangi tahap
2-6 hingga kresek cukup pendek seperti pada gambar (7). Pada tahap (7), kita selipkan ujung kanan
kresek ke sela-sela lipatan di bagian atas, sehingga kresek menjadi rapi
seperti tampak pada gambar (8). Kresek yang semula berukuran 3 lembar kertas
A4, bisa dirapikan menjadi hanya sebesar telapak tangan. Dan bentuk segitiga
ini tidak akan berubah karena kita sudah “menguncinya” di tahapan (7).
"Aku sobat bumi. Kamu juga, kan?"
Memakai kaus katun dan celana katun yang tidak tebal. Dari beberapa buku yang pernah saya baca, pakaian yang
terbuat dari bahan tebal berpengaruh terhadap lamanya pencucian di mesin cuci. Semakin
tebal, maka semakin lama. Selain itu, saya proses setrika juga memakan waktu
yang lebih lama terhadap pakaian berbahan tebal. Lamanya proses ini mengakibatkan
konsumsi energi yang lebih banyak. Sejak itu, saya jadi berpikir berulang kali
kalau mau beli celana jeans.
Membawa minuman sendiri daripada membeli minuman dalam
kemasan. Sebelum
bepergian, saya selalu merencanakan apakah perlu membawa minuman sendiri atau
tidak. kalau saya merasa saat perjalanan saya akan kehausan, saya akan membawa
minuman saya sendiri dengan tumbler. Misalnya
saat jogging di Car Free Day, saat ke perpustakaan, atau saat main tenis saya
selalu membawa minuman sendiri. Selain lebih hemat, saya mengurangi sampah plastik
botol.
Membuang sampah pada tempatnya, bukan di dalam bis, di
dalam kereta, di jalan raya, di trotoar, ke lapangan, ataupun ke sungai. Disiplin ini sudah saya miliki sejak Sekolah Dasar. Pernah
mengabaikannya saat di bangku SMP. Tetapi kemudian saya taubat. Jaman sekarang
tong sampah beragam bentuknya. Ada yang dibagi dua menjadi sampah basah dan
sampah kering. Ada juga yang dibagi 3 menjadi sampah basah, sampah kering, dan
sampah plastik. Kalau tidak menemukan tempat sampah, biasanya sampah saya
kantongi di saku celana.
Cetak dokumen bolak-balik bahkan dengan menggunakan kertas
bekas sekalipun. Seringkali dokumen
kerja saya hanya beredar di internal departemen. Pencetakan dokumen yang
sifatnya masih berupa draft cukup
dicetak di kertas bekas, kalaupun tidak demikian, pencetakan dilakukan
bolak-balik. Hal ini mendapat lampu hijau dari atasan-atasan saya. Lebih hemat
dan lebih menyayangi kertas. Saya dan rekan sejawat saya, Khairul Annam, paling sering mengumpulkan kertas bekas dan
meletakkannya di tempat khusus. Kadang-kadang Mbak Vina, Unni, Eki, atau Dieni, juga suka pakai kertas bekas itu.
Mendorong perusahaan tempat bekerja untuk melakukan
kegiatan sosial & lingkungan. Perusahaan
tempat saya bekerja ini sangat menyenangkan karena banyak menyelenggarakan kegiatan
/ program sosial dan lingkungan. Pernah saya bersama mamang Erik Sukmawan merancang
kegiatan yang erat kaitannya dengan isu lingkungan. Rencana kegiatan ini bertujuan
mengisi liburan anak-anak pegawai perusahaan. Anak-anak akan ditanamkan rasa
memiliki dan mencintai lingkungan dengan kegiatan yang fun sekaligus edukatif. Rencananya akan berkolaborasi dengan Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Pusat, yaitu Menanam Hutan Bakau. Mengambil lokasi
kegiatan di pantai utara jakarta sekitar Ancol. Ada juga alternatif kegiatan,
yaitu menanam terumbu karang. Anak-anak pegawai akan dibawa untuk berlibur ke Kepulauan
Seribu dimana terdapat pembuatan bibit terumbu karang. Ada juga rencana serupa,
yaitu berkolaborasi dengan komunitas Transformasi Hijau (Trashi) dan Green
Radio. Diantara kegiatannya adalah adopsi pohon. Kami pun sempat survei lokasi
penanaman pohon di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dengan segala
pertimbangan maka dilaksanakanlah kegiatan peduli lingkungan di Taman Safari
Indonesia, Pucak Bogor. Kegiatan ini tidak hanya melihat hewan-hewan buas dan
pertunjukan sirkus, anak-anak dipandu untuk mengitari Taman Safari. Masuk hutan,
keluar hutan. Juga belajar tentang tanaman-tanaman obat dan pembuatan kompos.
Itulah hal-hal yang
secara sadar saya pilih dan saya lakukan dalam keseharian saya karena saya
ingin menjadi bagian dari solusi, bukan menjadi bagian dari masalah. Semua saya
lakukan sesuai kapasitas dan kemampuan saya sebagai individu, sebagai pegawai
kantoran, sebagai pemuda Indonesia, juga sebagai sobat bumi. Mudah-mudahan untuk ke depannya saya dapat mengaplikasikan hal-hal yang lebih besar dan lebih memberi dampak positif untuk bangsa, negeri, dan dunia.
Semoga semakin banyak sobat bumi di Indonesia dan di seluruh dunia. Terima kasih untuk Pertamina karena telah menginspirasi. Selamat ulang tahun ke-55 PT Pertamina. Peduli Bumi, Cintai Bangsa.
No comments:
Post a Comment